Laguku untuk Pria kepada
Perempuannya
Untukmu juwita kalbu
Di bawah sentuhan senja di ujung cemara
Tatkala hati dirundung duka
Gulungan ombak pun takut akan rembulan
Tiba-tiba ku dapati jejak mungil
Melukisi kepingan pasir
Rona senyum pesona menghias di bibir
Bak mentari mengajak ombak menari
Akhirnya datang juga kau juwita kalbuku
Dan ku panggil kau Perempuanku..
Tarian Sore
Biru nan cerah, hiasi panorama
Sertai langkah menuju sore hariku nan ceria
Bias mentari, pun sisakan hangatnya
Merah merona taman bunga, buat hatiku bahagia
Oh... tak kusangka, sampailah ku di sudut kota
Betapa indah suasana, ku nikmati bersama dia..
Jemari pun menyatu, binar belaimu padaku
Seiring bersama merdu nada suara nyanyian senja
Kau peluk diriku, bias kecup di keningku
Smaradahana melanda, gelak tawa indah purnama
Oh... tak ku sangka, kau jadikanku Ratih Dewimu
Goreskan ikrar janji nan suci yang abadi,
selamanya...
Buaian
Flamboyan
Biar ku basuh 1000 kali tangan ini
Aromamu tetap ada ...
Aku tidak mengejarmu, namun kamu mencari aku!
Lantas bagaimana bisa aku menghentikan detak nadi
harapan?
Meski aku tau, bahwasanya sapaan mu tak ayal serupa
desir angin pagi, yang tak lama kemudian juga enyah, entah.
Dalam
Bayangan Senja
Senja mulai mendaki
ke peraduannya, ntah mengapa aku sangat peka untuk merasakannya. Sore yang
cerah ku nikmati dengan senyum ramah hingga kudapati diriku berada di ujung
senja, indah, indah, indah sekali. Begitu sempurna dan luar biasa, aku melayang
diantaranya. “Senja itu adalah kamu”. Aku benar-brnar mencintai senja, karena
hanya di saat senja-lah aku dapat tersenyum, seolah ingin mengadu, meski senja
itu hanya sebentar, ia termakan olah siang dan malam, tak ayalnya pagi. Itu
artinya, waktuku bertemu denganmu sangatlah singkat. Dan ternyata, langit
telah memberi jawaban atas tanyaku yang senantiasa ku tunggu, senjaku kini
benar-benar sudah berada di peraduannya. Aku bahagia, karena aku tau kini kamu
sudah beradu bersama pagi, pagi yang cantik, pagi yang tampak cerah, pagi yang
bukan lagi aku, membuatku membesitkan seutas harap agar sang surya tak letih
menorehkan sembiratnya pada sebuah pagi dan senja untuk selamanya. Ratih Dewi dan Arjuna Dewa telah
berpisah di peraduannya, tak ada lagi air mata, tak pula juga harap. Ntah
bagaimana akhir dari syair laguku, akan masih selalu menjadi tanya, yang
mungkin tidak juga butuh jawaban. Aku kembali menatap senja, aku melihat
bayanganku disana., karena kini, senja itu bukan lagi “kamu”, melainkan, “aku”.
Ya, ‘tiap senja’ itu adalah aku, bukan lagi kamu. Aku cukup lega, karena
sekarang aku tidak lagi menunggu, karena langit sudah memberi jawabnya
kepadaku, sore tadi.
Tentang
Seseorang (dan itu kamu)
Aku tidak tau, mengapa kamu menjadi sesosok yang
menarik di mataku?
Dan aku juga belum mengerti, dengan segala
kekuranganmu, itu tidak membuat ketertarikanku lalu pudar.
Aku pun sadar, bahwa aku terlalu timpang untuk
berdiri di sampingmu.
Kamu tampan, bagiku kamu good-looking, pesona yang kau miliki adalah alami bagiku, dan
dengan segala keterbatasanmu, dengan apa adanya, kamu mampu memikat hati kaum
hawa “termasuk aku” ...!!
Seperti Hantu Saja
Aku terhimpit dalam nadi ketakutanku sendiri
Aku menjelma menjadi panah, dan aku menusuk ruang
pembuluhku
Tolong aku,,, aku terasing !
Aku tak berpijak, aku tak bersandar, melangkah namun
tak menapak.
Semakin mengencang pembuluh otakku, nyaris pecah !
Tak sepotong telinga pun mampu mendengar teriakku....
Malam ini aku berteriak !, aku takut dengan aku sendiri
Kosong ...
Sepi ...
Tolong temani aku, dan bawa aku kembali
Aku harus kemana?
Wahai aku, mampukah aku menopangku?
Dinihari
Dingin malam yang menggigit membekukan dinding
otakku, pecah,, dan mulai melukai aku.
Ini adalah indikasi sebuah ego yang mulanya tampak
arif, namun berakhir tragedi yang menjadikan bumerang yang perlahan
menghancurkan urat syaraf akal sehatku.
Aku paranoid, aku masih mendekam dalam gigil, bunyi
itu pertanda bahwa aku habis termakan oleh kelenaanku terhadap alas kakiku.
Hendakkah ada yang sanggup menolongku?
Dia baik, namun cacat akan urat maaf..
Aku ramah, namun sedikit serakah..
Urin di tubuhku yang sedari tadi tampak gelisah tak
ayal seorang telah menyadarkan aku akan sebuah gejala entah..!
Karena entah
adalah berserah, maka entah bukanlah
menyerah
Karena entah
pergi disaat aku tidur,maka bangun tidur berbasuhlah dia entah !
Entah mengapa aku berharap “pagiku esok baik-baik
saja”.
Takkan lagi terlontar “entah”..
Entah sungguh berhala menjelma media menuju nafas
yang porak poranda, dalam nyeri.
Lupa Jalan Pulang
BalasHapusDulu aku sumringah dan bergairah hitam dan putih itu hal biasa bahkan tak ada bedanya
Kini kusibuk dalam lamunan terbius mimpi dalam penyesalan
Semakin jauh jalan yang ku tempuh semua seperti tak berujung
Kini ku bagai kehilangan arah lupa bentuk dan lupa nama. Dikota ini aku mengawalinya, dikota ini aka mengalaminya, dan dikota ini aku ingin kembali bahagia...
Senja di Kota ini akan membahagiakanmu dengan sembiratnya yang perlahan menghapus kelabumu yg telah menyelimuti sumringah dan gairah dalam hitam dan putihmu kawan ;)
BalasHapusTerimakasih oxinclude :)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus